"Making Life Work: Putting God`s Wisdom into Action" (Downers Grove,
Illinois: InterVaesity Press, 1998), adalah buku yang ditulis oleh
Bill Hybels sebagai hasil perenungan ketika dia bercengkerama dengan
Tuhan melalui kitab Amsal. Menurut Bill Hybels, kitab Amsal berbicara
tentang bagaimana hidup secara optimal, dan kunci utama untuk kita
bisa mendapatkan hidup yang seperti itu adalah dengan percaya
sepenuhnya "pada" dan "di dalam" Allah atas segala sesuatu.
Bill Hybels menguraikan dengan sangat sederhana
beberapa jawaban dari pertanyaan reflektif, seperti: Apakah artinya
"percaya" pada Allah? Mengapa memercayai Allah merupakan satu
keputusan paling penting untuk memulainya? Mengapa kita senantiasa
dicobai untuk memercayai penilaian kita sendiri, alih-alih memercayai
Allah sepenuhnya? Apa sajakah keuntungan memercayai kepemimpinan Allah
dalam hidup kita? Beranikah kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya
pada Allah?
Terjemahan dari bab ke-12 dari buku "Making Life Work" ini cukup
panjang, karena itu saya akan menyajikannya secara berturut-turut
dalam dua edisi. Bagi Anda yang saat ini sedang mengalami hidup yang
"biasa-biasa saja" dan melihat hidup hanya sebagai rutinitas belaka,
maka tulisan ini akan menolong Anda untuk berani mengambil langkah yang
akan mengubah hidup Anda selamanya. Bagaimana caranya? Selamat
menemukan jawabannya di artikel di bawah ini.
PERCAYA KEPADA ALLAH DALAM SEGALA SESUATU
(Bagian 1)
Kitab Amsal dapat diringkas menjadi satu bagian singkat yang mungkin
dihafal oleh lebih banyak pengikut Kristus daripada kitab lain dalam
Alkitab. Jika Anda sudah lama hidup bergereja, Anda mungkin bisa
mengutip dua ayat pendek ini lebih cepat daripada saya menulisnya.
Ayat-ayat itu adalah Amsal 3:5-6: "Percayalah kepada TUHAN dengan
segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."
Saya menganggap ayat ini sebagai puncak dari semua ayat Amsal bukan
hanya karena akrab bagi begitu banyak orang, tetapi juga karena
berpengaruh besar dalam kehidupan saya pribadi.
Segera setelah saya menjadi seorang Kristen, saya melakukan apa yang
dilakukan oleh kebanyakan orang yang baru percaya: saya diam-diam
mempertimbangkan sejauh mana keseriusan saya untuk mengikuti iman saya
yang baru. Saya menyadari bahwa Yesus telah mati untuk saya, dan saya
ingin menunjukkan rasa terima kasih kepada Tuhan dengan mencoba
berjalan bersama-Nya. Tetapi, sejauh manakah kesediaan saya untuk
berjalan bersama-Nya? Setidaknya saya menyadari bahwa saya harus
membaca Alkitab. Saya harus senantiasa berdoa. Saya juga perlu
melibatkan diri di dalam gereja saya. Sekali lagi, sejauh mana saya
bersedia melakukan semua itu?
Saya mengenal beberapa orang yang menjadi sangat bersemangat, benar-
benar setia, dan menjadi orang Kristen yang luar biasa. Tampaknya,
dalam waktu semalam, iman mereka mampu mengubah segalanya: moralitas,
hubungan mereka dengan orang lain, pengelolaan keuangan mereka, dan
pada beberapa kasus karier mereka juga diubahkan. Perubahan ini tampak
agak ekstrem bagi saya. Saya sangat yakin bahwa saya tidak ingin
berubah hingga sejauh itu. Namun, sejauh manakah saya ingin
melakukannya? Sejauh manakah saya memperkenankan iman baru saya
memengaruhi kehidupan saya sehari-hari?
Ketika itu seorang Kristen yang bijak, yang mengenal saya dengan baik,
merasakan perjuangan saya. "Bill," katanya, "aku punya tantangan
untukmu. Mengapa kamu tidak menyerahkan seluruh hidupmu ke dalam
tangan Tuhan? Mengapa kamu tidak memercayai-Nya sepenuhnya? Mengapa
kamu tidak menyandarkan hidupmu kepada-Nya? Mengapa tidak kaubiarkan
Ia memimpin dan membimbingmu di dalam setiap bidang kehidupanmu,
selama Ia membuktikan diri-Nya dapat dipercaya? Jika suatu saat Ia
menunjukkan diri-Nya tidak dapat dipercaya, kamu tentu dapat
membebaskan diri, keluar, meninggalkan-Nya, atau apa saja. Tetapi,
sebelum itu terjadi, berilah Allah kesempatan untuk memimpin dan
membimbing hidupmu. Beri Ia kesempatan untuk membuktikan bahwa diri-
Nya dapat dipercaya."
Orang ini sangat mengenal saya, dia mengetahui saya tidak pernah
mundur selangkah pun dari tantangan yang sulit. Saya merasa dia juga
mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati saya: bahwa saya tidak
akan pernah puas jika saya tidak mengambil risiko untuk memercayai
Allah sepenuhnya. Jika Allah sebagaimana yang Ia katakan, Ia pasti
mengenal lebih banyak tentang diri saya dan masa depan saya daripada
saya sendiri. Betapa bodohnya saya jika melewatkan kesempatan untuk
mendapatkan pengetahuan, wawasan, dan bimbingan-Nya.
Apakah yang Allah kehendaki untuk hidup saya? Ke mana Ia ingin saya
pergi? Apa yang Ia inginkan untuk saya lakukan, atau Ia menghendaki
saya menjadi apa? Bagaimana jika Ia mempunyai rencana yang luar biasa
untuk seorang anak berumur tujuh belas tahun dari Kalamazoo, Michigan?
Bagaimana jika Ia menyuruh saya untuk bertemu dengan orang-orang yang
mengagumkan? Bagaimana jika Ia memberikan karir yang berisiko tinggi
untuk saya? Bagaimana jika Ia telah menyiapkan tantangan dan
petualangan yang tak terbayangkan sebelumnya, yang telah menunggu
saya? Bagaimana jika saya melewatkan semua ini karena saya tidak
memberi-Nya kesempatan membimbing dengan hikmat-Nya?
Benar-benar tidak tampak seperti doa yang bersungguh-sungguh, bukan?
Itu lebih mirip kenekadan daripada pertaruhan yang bijaksana. Saya
bertindak sepenuhnya pragmatis dan membayangkan bahwa hanya ada risiko
yang kecil di dalamnya. Orang itu mengatakan bahwa saya bisa keluar
kapan saja jika sistemnya tidak bekerja, yaitu saat Allah membuktikan
diri-Nya tidak dapat dipercaya. Saya setengah berharap itu yang akan
terjadi, tetapi saya melihat kemungkinan terbaik, dan saya memutuskan
memilih yang kerugiannya hanya sedikit. Jadi saya berkata, "Oke,
Tuhan, saya membuat keputusan hari ini. Saya akan memberi Engkau
kesempatan untuk memimpin. Aku adalah milik-Mu."
Saya menyadari betapa sombong kedengarannya, seorang anak tujuh belas
tahun memutuskan "memberi Allah kesempatan untuk memimpin," seolah-
olah saya sedang membantu-Nya. Tetapi, begitulah cara saya melihat
masa muda saya. Betapa saya bersyukur bahwa Allah memandang lebih
dalam dari sekadar permukaan luar hidup saya, Ia memandang ke dalam
hati dan jiwa yang sangat membutuhkan-Nya. Betapa saya bersyukur bahwa
Ia bersedia membalas iman saya yang penuh perhitungan dengan kasih
karunia dan bimbingan-Nya.
Mengapa saya begitu bersyukur? Karena pada hari saya membuat transaksi
tersebut dengan Allah, dan Ia bersama saya, itulah yang mengawali
petualangan terbesar di dalam hidup saya. Saya ngeri membayangkan apa
yang akan saya lewatkan bila saya membuat pilihan yang berbeda.
Kesempatan yang sama terbuka bagi kita semua. Siapa pun dapat membuat
keputusan yang sama untuk memercayai Allah, untuk "memberi Allah
kesempatan untuk memimpin." Ia menerima kita semua di mana pun kita
berada, beserta semua keraguan dan keengganan kita -- sama seperti Ia
menerima saya. Kita harus memercayai-Nya hari demi hari. Seperti kata
teman saya, bahwa kita harus memercayai-Nya hanya selama Ia
membuktikan diri-Nya layak untuk dipercaya.
Percayalah kepada Tuhan
Mungkin Anda hampir siap membuat keputusan ini, tetapi Anda memiliki
beberapa pertanyaan. Mungkin Anda menilik bagian pertama Amsal 3:5-6
("Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu"), dan Anda berpikir
untuk mencobanya, tetapi Anda tidak cukup meyakini artinya. Bagaimana
cara untuk mulai memercayai Allah setiap hari?
Kenangan tentang bagaimana Anda berpacaran pada masa lalu mungkin akan
membantu. Bayangkan kembali laki-laki atau perempuan muda yang membuat
jantung Anda berdetak kencang. Ingatkah Anda akan hari pertama ketika
Anda mengumpulkan keberanian untuk mengajak seseorang berkencan? atau
menerima kencan? Pada momen pertama berinteraksi itu, Anda pasti
mengamati dengan cermat tanpa ragu untuk menilai apakah fokus baru
Anda pada keromantisan itu dapat dipercaya. Entah Anda menguji orang
tersebut secara sadar maupun tidak sadar, Anda sedang mencocokkan
berbagai unsur yang Anda lihat dalam diri orang tersebut untuk
menentukan apakah ia benar-benar bisa atau tidak bisa Anda percayai.
Jika orang yang Anda kasihi berkata bahwa dia akan berada di rumah
Anda pukul 19.00, Anda boleh lega ketika ia datang tepat waktu. Ketika
ia datang terlambat satu jam tanpa banyak menjelaskan
keterlambatannya, Anda mungkin akan mengernyitkan dahi, meskipun hanya
di dalam hati. Ketepatan waktu mungkin tampak sepele, tetapi jauh di
dalam hati, Anda menyadari bahwa itu menandai kelayakan seseorang
untuk dipercaya. Bagaimana Anda bisa memercayakan permasalahan yang
lebih besar menyangkut hidup Anda kepada seseorang yang bahkan tidak
cukup dapat dipercaya untuk datang tepat waktu?
Tetapi, mari kita asumsikan teman kencan Anda datang tepat waktu dan
terbukti dapat dipercaya dalam masalah-masalah kecil lainnya yang
muncul dalam hidup. Langkah selanjutnya untuk membangun kepercayaan
barangkali dengan melakukan beberapa percakapan berisiko dan
mendiskusikan beberapa hal dari hati ke hati. Ketika teman Anda itu
berbicara, dengarkanlah dengan cermat, cobalah untuk mengenali
kebenaran yang terkandung di dalam kata-katanya. Apakah pikiran,
gagasan, dan deskripsi pengalaman orang ini tampak masuk akal dan
dapat dipercaya, atau terlihat dibuat-buat dan sedikit menyimpang dari
kenyataan?
Dan ketika Anda berbicara jujur dan terbuka, apakah orang itu
mendengarkan dengan cermat dan merespons dengan tepat? Apakah dia
memberikan saran yang baik, kasih sayang yang tulus, penegasan yang
bijak, atau tantangan yang perlu? Natur percakapan itu dan setiap
percakapan berikutnya dapat meningkatkan atau mengikis kepercayaan
Anda kepada orang ini.
Jika kepercayaan Anda semakin meningkat sampai ke tahap Anda
memutuskan untuk berkencan dengan orang ini secara khusus, lanjutkan
tes kepercayaan ke tingkat yang lebih tinggi. Itu harus dilakukan.
Semakin besar komitmen yang terjalin dalam suatu hubungan, semakin
besar tingkat kepercayaan yang diperlukan. Yang mulanya merupakan
perhatian pada ketepatan waktu pasangan Anda dan kemudian perhatian
atas kejujuran ucapannya, sekarang telah berkembang menjadi perhatian
terhadap masalah-masalah yang menyangkut keterandalan, komitmen, dan
kesetiaan jangka panjang. Semakin komitmen Anda meluas, kepercayaan
Anda juga perlu semakin dalam. Ini merupakan bagian dari usaha-usaha
agar berhasil dalam menjalin hubungan. Kita tidak bisa duduk diam
menunggu kepercayaan itu berkembang. Membangun kepercayaan membutuhkan
tindakan. Kita perlu mengambil langkah-langkah kecil dan kemudian
menilai kemajuannya. Kita perlu mengambil risiko-risiko kecil dan
kemudian mengevaluasi konsekuensi-konsekuensinya.
Setelah terlibat dalam proses tersebut selama berbulan-bulan, bahkan
mungkin bertahun-tahun, kita sampai pada saat kita dapat berkata,
"Saya bisa memercayai orang ini sepenuhnya. Saya tidak meragukannya.
Berkali-kali melalui berbagai pengalaman, saya mendapatkan kesempatan
untuk diyakinkan bahwa orang tersebut dapat dipercaya. Sejauh yang
saya perhatikan, bukti itu ada. Orang ini adalah teman yang dapat
dipercaya!" Atau waktu dan pengalaman bisa memaksa kita untuk
menyimpulkan bahwa orang itu tidak dapat dipercaya. Kita melihat
terlalu banyak ketidakkonsistenan karakter pada orang itu dan
menyaksikan terlalu banyak perilaku yang tidak bertanggung jawab.
Dalam berhubungan dengannya, kita mengalami terlalu banyak kekecewaan.
Semua indikator tersebut menunjukkan kepada kita bahwa orang ini
membawa risiko yang buruk.
Memercayai atau tidak memercayai seseorang. Ini bukanlah keputusan
kecil atau keputusan yang kita buat dalam satu saat. Saya
menganggapnya lebih daripada satu keputusan tetapi langkah bertahap
menuju kesimpulan yang telah diberikan, suatu kesimpulan berdasarkan
ratusan interaksi pribadi dan perenungan yang mendalam.
Langkah Besar
Hal ini sama seperti hubungan kita dengan Allah. "Percayalah kepada
TUHAN dengan segenap hatimu," kata penulis ayat ini. Namun ini
bukanlah pernyataan yang sederhana. Tidak ada jalan pintas untuk
percaya. Meskipun kita dapat dan harus menemukan alasan untuk percaya
kepada Tuhan seperti yang kita baca dalam Alkitab mengenai tindakan
Tuhan yang dapat dipercaya sepanjang sejarah, ada dimensi pribadi
dalam memercayai Tuhan, yang harus kita kembangkan dengan cara yang
sama seperti kita mengembangkan kepercayaan terhadap teman, teman
kencan, atau pasangan hidup: dengan melibatkan diri secara nyata dalam
situasi hidup sehari-hari selama jangka waktu yang panjang. Itulah
satu-satunya cara bagi diri kita sendiri untuk memutuskan apakah aman
dan bijaksana untuk memercayakan hidup kita kepada Tuhan.
Bahkan ketika Anda sedang membaca tulisan ini, Anda mungkin sedang
memantau alat pengukur kepercayaan Anda. Ketika Anda telah membaca dan
merenungkan ayat-ayat Alkitab yang saya kutip, cerita-cerita yang saya
berikan mengenai kehidupan orang lain, dan pengalaman saya, Anda pasti
menjadi semakin mau atau tidak mau untuk percaya pada Allah. Saya
harap Anda berada di sisi yang "semakin mau" daripada di sisi yang
"semakin tidak mau". Jika Anda belum menjadi Kristen, saya berharap
bahwa Anda akan menjadi semakin lebih percaya bahwa Alkitab itu benar,
bahwa Allah adalah sama seperti Ia katakan-Nya, dan bahwa Yesus adalah
Juru Selamat dunia ini.
Anda mungkin sedang mendengar bisikan halus ketika Anda selesai
membaca. Anda mungkin tidak siap untuk memercayai hal ini, tetapi Roh
Allah terkenal dalam hal menyampaikan kebenaran dalam keheningan roh
kita. "Aku ini nyata," Roh Allah mungkin berkata kepada Anda. "Semua
ini adalah benar. Aku mengasihimu. Jika kamu bersedia sedikit percaya
saja, Aku akan membuktikan bahwa Aku dapat dipercaya. Bagaimana?"
Di manakah Anda berada dalam perjalanan rohani Anda? Apakah sejauh ini
Allah telah membuktikan diri-Nya kepada Anda sehingga Anda siap untuk
menapakkan kaki Anda kepada langkah iman berikutnya? Jika Anda masih
baru dalam hal ini, langkah berikutnya mungkin adalah langkah yang
besar, tetapi hubungan Anda dengan Allah tidak akan dapat berkembang
sampai Anda melakukannya. Yohanes 1:12 mengatakan bahwa "untuk semua
orang yang menerima-Nya, diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak
Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." Cepat atau lambat,
setiap orang yang sedang menyelidiki kekristenan dan menemukan bahwa
Tuhan itu dapat dipercaya; mereka harus mengambil langkah besar untuk
secara pribadi menerima perkataan Kristus dan percaya bahwa Ia adalah
seperti yang dikatakan-Nya, Anak Allah, yang kehidupan dan kematian-
Nya membuka jalan bagi kita untuk diangkat menjadi keluarga Allah.
Roma 10:13 mengatakan kepada kita bahwa "barangsiapa yang berseru
kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." Kata "barangsiapa" menyatakan
maksud terdalam dari hati Allah. Tetapi dua kata kunci, "yang
berseru," mengingatkan bahwa kita harus bertindak -- sebagai suatu
tanggapan atas kemurahan Allah. Ia menawari kita pengampunan, tetapi
kita harus mengakui bahwa kita membutuhkannya dan kemudian bersedia
menerimanya. Ia menawarkan kepemimpinan yang penuh kasih dan hikmat
atas hidup kita, tetapi kita harus menyatakan kepada-Nya bahwa kita
menginginkannya. Ia menawarkan anugerah, tetapi kita harus mengulurkan
tangan kita dan memegangnya.
Banyak orang yang sampai pada tahap mengambil keputusan dan bertanya,
"Bagaimana bila saya berseru kepada Allah untuk mengampuni dosa-dosa
saya dan meminta-Nya untuk memimpin hidup saya, tetapi saya menemukan
tidak ada siapa pun di surga? Bagaimana jika tidak ada yang terjadi?
Bagaimana jika tidak ada jawaban?" Satu-satunya jawaban yang dapat
saya berikan adalah bahwa hanya ada satu cara untuk mengetahuinya:
Lakukanlah hal itu dan lihatlah apakah Allah membuktikan diri-Nya
dapat dipercaya. Jika yang ada hanya keheningan dari surga, Anda
mendapatkan jawabannya. Anda sudah mencobanya dan hal tersebut tidak
berhasil. Rupanya hal itu tidak nyata. Sekarang Anda bebas untuk
pergi, dan Anda tidak perlu melihat ke belakang.
Hal ini bisa saja terjadi. Anda bisa dengan tulus mencari Allah dan
menemukan bahwa Ia tidak ada. Walaupun janji-janji Kitab Suci dan
pengalaman jutaan orang sepanjang sejarah sangat menyarankan hal yang
sebaliknya dan memberi kita banyak alasan untuk percaya bahwa Allah
itu ada, mereka tidak memberikan bukti nyata kepada kita. Mengambil
langkah besar untuk datang kepada Allah selalu melibatkan tindakan
iman. Namun lihatlah dengan cara ini: hidup yang bernilai adalah hidup
yang membutuhkan banyak langkah iman.
Pada pengalaman terjun payung pertama saya, saya menoleh ke instruktur
saya, menepuk parasut saya dan berkata, "Apakah saya dapat mempercayai
benda ini akan terbuka?" Dia berkata, "Hanya ada satu cara untuk
mengetahuinya." Lalu ia terkekeh dan menambahkan, "Yang saya dapat
katakan adalah bahwa parasut saya tidak pernah gagal terbuka."
Beberapa saat kemudian kami berdua meluncur ke bawah pada tingkat
kecepatan yang sangat tinggi. Jelas parasut saya terbuka, demikian
pula parasut miliknya.
Meskipun terjun payung berisiko tinggi -- hidup dan mati bergantung
pada tali pembuka parasut -- dan sensasinya luar biasa, ini adalah
pengalaman yang tidak harus kita jalani. Jika tampak terlalu
menakutkan bagi kita, kita tidak perlu melakukannya. Kecuali jika kita
terpikat oleh tantangan dan kesenangan dalam terjun payung, tidak ada
alasan bagi kita untuk melatih iman kita dengan melompat keluar dari
pesawat yang sedang terbang pada ketinggian 5.000 kaki.
Namun demikian memilih keselamatan yang ditawarkan Kristus merupakan
suatu hal yang harus kita lakukan. Kekekalan menjadi taruhannya, dan
kita harus memilih. Kedua-duanya memerlukan iman: memilih untuk
menempatkan kepercayaan kita di dalam Kristus menuntut iman kepada
Pencipta dan Pemelihara dan Pengasih dan Juru Selamat yang tidak dapat
kita lihat atau dengar atau rasakan oleh indera kita. Berpaling dari
tawaran Kristus juga menuntut iman dari diri kita untuk menghadap
Allah yang kekal seorang diri, ataupun iman terhadap alam semesta yang
tidak bertuhan. Ke mana Anda ingin berjalan bersama iman Anda?
Saya bisa menceritakan kepada Anda berbagai kisah orang yang telah
memilih untuk menempatkan iman mereka kepada Allah dan telah mengalami
perubahan jiwa yang mendalam. Bagi sebagian orang, hal ini merupakan
pengalaman emosional, tetapi tidak bagi yang lainnya. Seorang
pengusaha yang baru saja menerima pengampunan dari Kristus bercerita
kepada saya, "Rasanya seperti gugatan yang baru saja dibatalkan,
perasaan dihakimi yang sangat berat di kepala saya selama bertahun-
tahun itu sudah hilang." Orang-orang lain bersaksi tentang rasa damai
atau ketenangan jiwa yang mendalam, tidak sama seperti perasaan lain
yang pernah mereka ketahui.
Saya mengalami perubahan tersebut di perkemahan Kristen ketika saya
berusia tujuh belas tahun. Saya bukan seorang yang mengutamakan
perasaan, apalagi ketika saya masih seorang remaja. Tetapi, ketika
saya berseru agar Sang Juru Selamat dunia menyelamatkan saya secara
pribadi, sesuatu yang benar-benar tidak terduga terjadi dalam tiga
puluh detik berikutnya. Saya tidak menjadi emosional. Saya tidak
menangis, menjerit, atau tertawa, seperti yang terjadi pada beberapa
orang sebagai suatu ekspresi tulus yang keluar karena perubahan di
dalam diri mereka. Tetapi, saya benar-benar mengalami kasih ilahi yang
murni, melimpah, dan mendalam, yang membuat saya mengira diri saya
akan meledak. Saya merasa bahwa saya harus memberitahukan hal ini
kepada seseorang, sehingga meskipun sudah larut malam, saya
membangunkan beberapa teman saya, menarik mereka dari tempat tidur dan
mengatakan kepada mereka apa yang terjadi. "Aku baru saja mengundang
Kristus ke dalam hidupku, dan aku merasa sangat berbeda di dalam
diriku. Aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk menjelaskan apa yang
terjadi, tetapi aku tahu itu nyata."
Dalam Lukas 15:10 Yesus berkata, "Aku berkata kepadamu: Demikian juga
akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang
berdosa yang bertobat." Saya tidak tahu apakah malaikat-malaikat pada
malam itu merayakan pertobatan saya, tetapi yang jelas teman-teman
saya bergembira. Saya tidak menyadari bahwa banyak dari mereka telah
lama berdoa agar saya mengambil langkah penting ini. Tidak perlu saya
katakan lagi, mereka tak henti-hentinya memberikan dukungan, dan
perayaan kami berlanjut sampai larut malam.
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda siap untuk mengambil langkah iman
yang besar? Anda dapat melakukannya dengan menaikkan doa yang
sederhana: "Yesus Kristus, saya membutuhkan Juru Selamat. Saya
memerlukan seseorang untuk mengampuni dosa-dosa saya dan untuk
memimpin hidup saya. Tolong lakukan itu untuk saya."
Beberapa dari Anda mungkin telah melakukannya sejak lama, tetapi
kemudian Anda berpaling dari kepemimpinan Allah; karena berbagai
alasan, Anda kembali mencoba menjalani hidup dengan cara Anda sendiri.
Tetapi, Anda sekarang sudah siap untuk meminta pengampunan Allah dan
sekali lagi percaya pada kepemimpinan-Nya. Jika Anda siap melakukan
itu, tolong jangan menahan diri. Katakan kepada Allah bahwa Anda
memerlukan bantuan dan bimbingan-Nya dan bahwa Anda mengabdikan diri
kembali kepada-Nya. Dia menunggu untuk mendengar kata-kata ini.
Selamat berkarya dan tetap semangat GBU
Jika anda merasa di berkati dengan tulisan ini,silahkan tuliskan komentar anda di bawah ini. Terima kasih
dari hambanya,
EFRAIM MATANDATU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar