MEMBERI KRITIK DENGAN MANIS
Jika kita tahu bagaimana rasanya mendapat kritik pedas, maka
pandangan kita tentu akan berubah dalam hal memberi koreksi negatif kepada
seseorang. Kalau kita enggan bergaul dengan orang yang suka mengkritik dan
cenderung menghakimi maka tentu orang lain pun akan punya sikap yang sama bila
kita juga suka memberi kritik yang tak adil.
Artikel Terkait:
Seseorang yang mendapat kritik negatif bisa merasa down dan
emosi atau terbentuk semakin matang tergantung pada kemampuannya dalam
meresponnya. Namun seseorang juga bisa menghancurkan semangat atau membina
orang lain semakin dewasa tergantung pada kemampuannya dalam memberi kritik.
Setiap orang pernah mendapat atau memberi kritik. Maka mempelajari seni
merespon dan memberi kritik dengan manis agar tetap bisa menjalin dan membina
hubungan tetap harmonis perlu.
Tidak tertutup kemungkinan di saat-saat tertentu koreksi
harus diberikan. Itu bisa dilakukan tanpa harus konfrontasi frontal yang bisa
merusak hubungan. Kritik yang dilontarkan tanpa sikap hati-hati, destruktif,
bukan hanya akan merusak hubungan tapi juga kepribadian pengkritik serta orang
yang dikritik. Hendaknya, kalau memang harus mengkritik, tidak dilandasi sikap
emosi dan perasaan subyektif.
Beberapa orang berkata yang dibutuhkan sekarang adalah
cheerleader, pemanduk sorak. Sudah cukup banyak pengkritik di dunia. Akan
tetapi di saat-saat tertentu koreksi sangat dibutuhkan. Maka kritik itu bisa
dibungkus dalam kata-kata dan dorongan positif. Yang perlu diperhatikan
pertama-tama sebelum memberi kritik adalah orang yang dikritik itu harus
dihargai, apa adanya, segala usaha yang telah ia lakukan serta progresnya
sejauh ini.
Tujuan kritik itu mestinya membantu, bukan mempermalukan.
Karena itu, sebelum memberi kritik, periksa motif. Ini penting. Ini akan
mendorong pengkritik untuk bertanya pada diri sendiri apakah saya mengkritik
karena persoalan pribadi? Bila terlalu melibatkan emosi atau persoalan pribadi
biasanya yang muncul biasanya adalah reaksi negatif. Sangat tidak adil bila
memutuskan persoalan itu layak dikritik atau tidak hanya berdasarkan perasaan
subyektif. Kritik yang baik harus memberikan dampak positif pada kedua belah
pihak, pelaku dan penerima, bukan untuk membuat semangat menjadi layu dan mati.
Kemudian, saya mengkritik, apakah hanya untuk membuat saya
kelihatan lebih baik darinya? Mengkritik orang lain untuk meninggikan diri
sendiri merupakan bentuk pemuasan ego yang paling rendah, pertanda
ketidakmampuan berkompetisi dengan sportif. Pertanda merasa tidak aman. Selain
itu perhatikan juga apakah kritik itu hanya untuk mendatangkan kesenangan
kepada saya? Bila ya, sebaiknya menahan lidah dulu.
Ingatlah, seperti yang dikatakan dalam sebuah buku
pengembangan pribadi bahwa kita tidak perlu mendekorasi pekarangan tetangga
dengan tisu kamar mandi hanya untuk membuat teras rumah kita kelihatan lebih
indah. Tidak perlu meniup lilin orang lain untuk membuat lilin kita bersinar.
Beberapa pakar manajemen kepribadian mengatakan bahwa
diperlukan sembilan komentar positif untuk memberi keseimbangan pada satu
kritik atau koreksi negatif, (9+:1-). Agar bisa menahan lidah untuk tidak
selalu memberi koreksi negatif adalah dengan semakin banyak bertanya dan
mendengarkan. Semakin banyak kita berbicara (saja) semakin sedikit kita
didengarkan.
Sebelum mengkritik, agar tidak menimbulkan sakit hati,
tanyakan pada diri sendiri, apakah kritik ini benar-benar penting? Apakah
memang harus dikritik? Sebab tidak tertutup kemungkinan kritik dilontarkan dan
terlibat dalam pertarungan kata-kata, yang sebenarnya tidak perlu terjadi hanya
karena kesombongan.
Lebih baik menghindari kritik sepele, yang hanya merendahkan
orang lain. Orang yang suka merendahkan orang lain akan rendah. Solusinya
adalah dengan melihat jauh ke depan, ke arah tujuan yang lebih besar agar
perhatian tidak direcoki oleh persoalan-persoalan yang sebenarnya tidak terlalu
penting.
Apabila persoalan itu perlu dikoreksi, kritik dan
bersikaplah spesifik, to the point. Utarakan tepat ke jantung persoalan, dengan
kata-kata yang tepat serta berikan contoh spesifik dan aktual. Artinya tidak
perlu berkeliling ke sana ke mari “ ngalor-ngidul “ dengan persoalan tanpa pernah
memberikan solusi. Jika tidak bisa bersikap spesifik, lebih baik menahan
komentar. Jangan berargumen untuk kelemahan orang lain. Orang yang membeberkan
persoalan dan koreksi negatif tanpa bisa menanganinya biasanya kurang dihargai,
kurang kerjaan, kurang ajar.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, dibutuhkan pujian tulus
sebelum memberikan kritik, maka koreksi yang diberikan seharusnya bukan untuk
merongrong kepercayaan diri orang itu. Maka penting sekali, sebelum mengkritik,
untuk menemukan paling tidak satu bidang keahliannya kemudian puji dengan
tulus, bukan pura-pura atau dengan teknik tertentu. Orang tahu apakah pujian
kita itu manipulatif atau tidak.
Kredit yang diberikan harus makin menumbuhkan kepercayaan
diri orang itu, meningkatkan semangatnya dan membangun rasa percaya diri yang
kokoh bahwa ia punya kemampuan untuk mengatasi kekurangannya. Kritik yang baik
adalah bilamana kritik itu ditanggapi dengan sikap responsif positif. Ini bisa
dilakukan kalau selalu berusaha untuk tidak memberikan kritik pedas.
Prinsip pendekatan proaktif dan komunikasi empatik sangat
mendesak untuk diterapkan, yaitu berusaha mengerti dahulu. Berinteraksi secara
empatik bukan berarti harus setuju dengan seseorang, namun mengerti sepenuhnya
orang itu, secara emosionil dan intelektuil.
Ini akan lebih efektif lagi jika tidak membandingkannya
dengan orang lain. Tidak ada yang mau dibanding-bandingkan. Fokus pada
individunya jauh lebih baik daripada membanding-bandingkan dengan orang lain.
Berurusanlah dengan orangnya, sebab membanding-bandingkan selalu menimbulkan
kekesalan, yang menghasilkan kebencian.
Orang yang dikritik rentan emosi. Dalam situasi demikian,
fokus pada persoalan yang sudah ada jauh lebih baik ketimbang menciptakan
masalah baru yang hanya membangkitkan emosi yang panas. Pegang dan ungkapkan
fakta dengan manis untuk menghindari sikap defensif. Artinya hindari
konfrontasi panas. Mengecam dan mengkritik mudah, tidak perlu banyak energi.
Tapi dibutuhkan sinergi kesabaran, kasih, sikap positif untuk membuatnya kembali
ke jalur dan tetap semangat.
Kritik yang konstruktif sesungguhnya adalah perpaduan
koreksi kreatif-positif, melampaui masalah serta menolong orang itu untuk
melihat persoalan dan menemukan pemecahannya. Memang lebih mudah mengkritik
dibanding membantu mencari solusi. Tapi jelas itu bukan jalan terbaik. Akan
lebih arif lagi untuk tidak mengomentari masalah kalau tidak siap
menegakkannya.
Kehidupan ini harus dipandang sebagai arena koperatif, bukan
kompetitif yang berujung pada kesimpulan menang-kalah. Banyak orang mengkritik
dan cenderung berpikir secara dikotomi saya pintar-kamu kurang pintar, saya
bisa berpakaian rapi-kamu tidak, dll. sehingga timbul sikap kamu kalah-saya
menang, dan kamu mesti dikritik. Cara berpikir seperti ini pada dasarnya cacat.
Filosofi kemenangan dan pertumbuhan untuk mencapai
keberhasilan bersama jauh lebih baik daripada menjadikan seseorang pecundang
yang harus dikritik. Dalam buku Tujuh Kebiasaan Manusia Yang Paling Efektif
karya Stephen R. Covey dikatakan jauh lebih baik bila kita berusaha untuk
menggapai kemenangan berdua jangka panjang ketimbang kemenangan pribadi sesaat.
Jadi, yang mesti diutamakan adalah memecahkan persoalan,
bukan menghakiminya. Yang coba dihandel adalah persoalan yang dihadapai saat
itu. Sebab hanya akan merusak kredibilitas bila kritik itu menjadi serangan
pribadi. Tak ada yang menang dalam situasi yang demikian.
Dalam pada itu, kritik harus diungkapkan tepat pada
waktunya, pada tempatnya. Kapan? Di mana? Segera setelah mengetahui sesuatu
tidak beres. Kalau menunggu terlalu lama momen yang menguntungkan itu bisa
hilang dan persoalan pun hanya menjadi sejarah, tanpa pemecahan.
Tepat waktu juga akan sangat menolong agar mampu tetap
konsisten dengan fakta, menjaganya tidak lari ke mana-mana, serta menggunakan
insiden itu sebagai kesempatan untuk menolong orang itu tumbuh. Kritik juga
mestinya disampaikan langsung kepada yang bersangkutan, secara privat, bukan
lewat pengeras suara. Mengkritik di depan umum cenderung hanya untuk
mempermalukan, mencela, atau menonjolkan diri di hadapan orang lain.
Ada orang yang gemar mengkritik karena dia lebih suka
melihat kepada orang lain dan tidak melihat pada diri sendiri. Sebelum
mengkritik, ada baiknya melihat pada diri sendiri dulu sebelum melihat pada
orang lain. Tanyakan pada diri sendiri, apakah saya bisa melakukan sebaik yang
dia lakukan? Sebab tidak tertutup kemungkinan seseorang mengkritik orang lain
dan keberhasilan yang telah dicapai pada hal dia sendiri belum tentu bisa
melakukannya.
Itu sebabnya perlu melihat dari kacamata orang lain. Siapa
tahu pengkritik itu sendiri sebenarnya yang perlu membuat perubahan. Tapi kalau
persoalan itu memang layak dan harus dikoreksi, kritiklah dengan manis dan
konstruktif serta akhiri dengan dorongan semangat. Mengkritik seseorang dengan
membabi-buta tanpa pemecahan dan dorongan semangat, meninggalkannya patah
semangat merupakan tindakan yang tak manusiawi.
Goethe, penyair Jerman berkata, œKoreksi melakukan banyak
hal, tapi dorongan semangat melakukan lebih banyak lagi. Mengkritik orang
tanpa memberi dorongan sama sekali, tanpa pujian pertanda ego yang rapuh dan
selfish “ mementingkan diri sendiri.
Di saat-saat tertentu memberi kritik memang perlu. Karena
itu kuasailah seni mengkritik dengan elok. Semakin dalam kita mengerti
seseorang, semakin kita menghargainya, semakin hormat perasaan kita kepadanya,
meskipun ia punya kekurangan. Kalau persoalan itu memang perlu dikoreksi,
kritiklah dengan manis. Anda pasti bisa!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar