Mobilisasi SDM

Mobilisasi SDM
Gorontalo Bisnis Training

Senin, 31 Oktober 2011

"PENTINGNYA DOA DALAM GERAKAN MISI"

"SENJATA STRATEGIS DALAM MENCAPAI SUKU-SUKU YANG BELUM TERJANGKAU"
Dari : Efraim Matandatu


Strategi-Strategi Misi yang Berhasil Berasal dari Penelitian yang Direndam dalam Doa

Dalam Bilangan 13, Yosua merupakan salah seorang "peneliti" pertama yang mengintai negeri perjanjian. Karena ia mengetahui fakta-fakta tentang negeri itu dan orang-orangnya, maka ia menyusun siasat ulung selama penaklukan. Yosua senantiasa melibatkan Allah dalam menyusun strategi-strateginya. Ia tidak bersandar pada pengertiannya sendiri, tapi mengandalkan Allah yang disampaikan lewat doa. Prinsipnya masih sama, menggabungkan hasil-hasil penelitian dengan kelompok yang sedang kita jangkau dengan doa yang gigih secara terus menerus, merupakan suatu gabungan yang akan membawa kemenangan dalam proses pengembangan strategi misi yang berhasil guna.

Doa: Cara di Luar Kekuatan Manusia, yang dapat Melipatgandakan dan Mengutus Para Pekerja ke Pelayanan Suku-Suku yang Belum Terjangkau

"Mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:37-38) Yesus tidak menganjurkan para murid-Nya, agar semuanya pergi keluar lalu mengumpulkan sebanyak mungkin pekerja Kristen, atau meningkatkan dana jutaan dolar bagi misi. Sebaliknya, Ia berkata bahwa berdoa kepada Dia yang empunya tuaian -- itu merupakan prioritas. Sebab Dialah yang dapat memanggil, melengkapi, dan mengutus pekerja yang paling mampu untuk menuai tuaian tersebut. Allah sedang menanti-nantikan doa umat-Nya, untuk membalikkan para penganut fanatik di sekeliling kita seperti yang dilakukannya terhadap rasul Paulus, agar mereka menjadi utusan-utusan Injil bagi kelompok mereka. Ketika jaringan-jaringan doa dibentuk dengan memusatkan perhatian pada suku-suku, kota-kota, dan negara-negara tertentu, kita akan melihat Allah membangkitkan laskar-laskar pekerja yang baru untuk menuai di dunia.

Doa Membuka Pintu-Pintu Tertutup Bagi Kehadiran Orang Kristen

Rasul Paulus mendesak orang-orang Kristen dari generasinya untuk "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur. Berdoa jugalah untuk kami, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, sehingga kami dapat berbicara tentang rahasia Kristus." (Kolose 4:2-4) Don McCurry dari Ministries to Muslims International memberi ilustrasi menarik dalam hubungan ini. Enam tahun yang lalu, ia mengunjungi Guinea di Afrika Barat. Sekou Toure, seorang pemimpin Marxis, baru saja mengusir semua utusan Injil kecuali dua orang yang tertinggal dan sibuk menyiksa para tahanan politik. Dua utusan Injil yang tertinggal, McCurry, dan 12 pendeta nasional bertemu untuk berdoa syafaat bagi negara itu.

Pertama-tama, mereka berdoa agar Allah menyingkirkan tirani Marxis yang telah menutup pintu bagi usaha-usaha misi, dan bagi suku-suku yang belum terjangkau oleh Injil. Kemudian mereka menaruh peta di seputar ruangan pertemuan, lalu bersama-sama meletakkan tangan pada daerah-daerah dan kelompok-kelompok dari negara yang belum memiliki orang Kristen. Mereka berdoa dan bersama-sama sepakat bagi suatu terobosan dan pendirian pelayanan Kristen di tempat-tempat tersebut. Dalam setahun, Sekou Toure tersingkir, digantikan oleh seorang pemimpin yang ramah, yang membuka pintu bagi misi. Saat ini, setiap orang dari kelompok-kelompok suku yang mereka doakan telah terlayani.

Sewaktu Jonathan Goforth berencana melancarkan suatu usaha baru di Provinsi Hunan Utara di Tiongkok, Hudson Taylor menuliskan kata-kata ini kepadanya, "Saudara, jika Anda harus memenangkan provinsi tersebut, Anda harus maju terus dengan menggunakan lutut Anda." Nasihatnya kini masih tetap berlaku. Tahun lalu, Allah membuka benteng-benteng anti Kristen di Rumania dan Albania. Dapatkah kita mengharapkan-Nya untuk melakukan hal yang sama dengan Mauritania, Maroko, Libya, Turki, atau Arab Saudi, jika umat Allah akan memusatkan doa-doa mereka pada tempat-tempat yang sulit ini?

Peperangan Rohani Menghancurkan Kendali dari Kuasa-Kuasa Kegelapan atas Kelompok-Kelompok Bangsa, Kota, dan Negara

Ada mata rantai yang perlu dihancurkan, jika pencapaian terhadap suku-suku yang belum terjangkau makin maju. Rantai-rantai dari kegelapan rohani dan perbudakan sering membelenggu suku-suku, kota-kota, dan negara-negara yang belum terjangkau, dengan penghulu-penghulu dan kuasa-kuasa yang berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa umat manusia. Pada masa kini, dunia misi sedang mengalami suatu penemuan kembali, sehingga pokok persoalan dalam mencapai suku-suku yang belum terjangkau merupakan salah satu kuasa rohani. Sama seperti pada saat Allah menghadapi dewa-dewa Mesir atau Baal di Gunung Karmel, demikian juga kini pokok persoalan itu masih merupakan salah satu pertarungan kuasa antara Allah yang sejati dengan dewa-dewa palsu, makhluk-makhluk rohani yang memegang kekuasaan atas segmen-segmen manusia.

Peter Wagner dalam sebuah simposium tentang "penginjilan dengan kuasa" di Fuller Seminary menegaskan, "Setan mendelegasikan anggota-anggota yang berpangkat tinggi dari hierarki roh-roh jahat untuk mengendalikan wilayah-wilayah, bangsa-bangsa, kota-kota, kelompok-kelompok bangsa, lingkungan tetangga, dan jaringan-jaringan sosial lainnya di seluruh dunia. Penugasan mereka yang utama adalah untuk mencegah Allah dipermuliakan dalam wilayah mereka, yang mereka lakukan melalui mengarahkan kegiatan dari roh-roh jahat yang berpangkat rendah."

Efesus 6 menunjukkan bahwa semua orang Kristen terlibat dalam pertempuran yang tidak kelihatan dengan kuasa-kuasa kegelapan. Apalagi bagi kita yang terlibat dalam pencapaian suku-suku yang belum terjangkau sebagai utusan Injil, pendoa syafaat, atau ahli siasat. Paulus mengatakan perjuangan kita harus dilaksanakan melalui doa dalam Roh. Selain dari pedang Roh -- firman Allah, doa merupakan satu-satunya senjata penyerang yang tersedia bagi kita dalam peperangan kosmik. Jelaslah, jika kita bermaksud melihat terobosan-terobosan misi di kelompok-kelompok bangsa, kota, dan negara, kita perlu belajar bagaimana menggunakan senjata penyerang untuk mencabut kuasa-kuasa kegelapan. Sementara membahas penerimaan atau perlawanan dari kelompok-kelompok bangsa akan Kristus, Wagner menjelaskan pengertian tersirat ini, "Jika hipotesis yang berkenaan dengan roh-roh teritorial ini benar, dan jika kita dapat belajar bagaimana menghancurkan kendali mereka lewat kuasa Allah, sebenarnya posisi-posisi sumbu penerimaan-perlawanan dapat berubah dalam semalam" -- orang berubah, dari sikap melawan menjadi terbuka dan mudah menerima Kristus dalam waktu singkat.

Francis Frangipane, yang menulis tentang benteng-benteng yang dipertahankan kuasa-kuasa kegelapan di kelompok-kelompok bangsa, berbicara hal yang senada, "Ada benteng-benteng yang dipengaruhi setan yang memengaruhi sidang-sidang jemaat dan pribadi-pribadi di negara-negara dan komunitas-komunitas... Benteng-benteng ini berada di dalam pola-pola dan gagasan-gagasan pemikiran yang berpengaruh atas pribadi-pribadi, dan juga komunitas-komunitas serta bangsa-bangsa. Sebelum dapat menagih kemenangan, benteng-benteng ini harus dirobohkan, senjata yang dimiliki setan harus disingkirkan. Lalu senjata-senjata yang dahsyat dari firman dan Roh, dapat secara berhasil guna menjarah rumah yang dimiliki iblis."

Telaah-telaah tentang sistem kepercayaan kafir menyokong kenyataan dari lukisan makhluk-makhluk rohani yang digambarkan dalam Efesus 6, kitab Daniel, dan di tempat-tempat lain. Orang-orang Myanmar percaya pada makhluk-makhluk adikodrati yang disebut "Nets" yang disusun secara hierarkis dengan kendali atas fenomena alam, desa-desa, wilayah-wilayah, dan bangsa-bangsa. Hubungan makhluk-makhluk ini dipertahankan lewat tukang-tukang sihir atau media-media, sedikit-dikitnya salah satu ditemukan pada setiap desa. Di Muang Thai ada roh desa maupun roh wilayah -- roh desa merupakan bawahan dari roh wilayah. Tiang-tiang sering didirikan di desa-desa sebagai tempat tinggal bagi roh-roh pengawal mereka. Seorang utusan Injil CMA memberitahu saya tentang penindasan yang meningkat, dan kurangnya tanggapan rohani yang dihadapi oleh dia dan rekan sekerjanya dalam sebuah desa segera sesudah tiang ini didirikan. Seorang utusan Injil OMF berpendapat ia telah mengidentifikasikan penghulu utama nasional atas seluruh Muang Thai.

Di India telah ditemukan suatu kosmologi serupa, yang melibatkan roh-roh pengawal pada desa-desa dan tempat-tempat lainnya pada wilayah-wilayah. Mereka sering dihubungkan dengan penyakit, kematian, dan bencana yang tiba-tiba. Kali, dewi perusak, adalah dewa wilayah yang khusus dikenal di antara orang-orang Bengali dari Bengal Barat di Kalkuta. Setiap orang yang pernah di Kalkuta dapat melihat dampak yang menghancurkan kota itu dan rakyatnya yang diakibatkan oleh penyembahan kepada dewi tersebut. Para pekerja Kristen yang ada di sana, mengeluh atas penindasan yang berat dan perpecahan dalam jemaat. Cukup aneh, karena mereka masih belum pernah berkumpul bersama-sama berdoa bagi kota itu, dan mengambil tindakan ofensif terhadap kuasa-kuasa kegelapan. Sebuah buku tentang negara Zimbabwe di Afrika menyingkapkan bahwa setiap wilayah, kota, desa dianggap berada di bawah kendali roh-roh teritorial. Seorang pemimpin Sidang Jemaat Allah di Nigeria, yang dahulunya berpraktik okultisme tingkat tinggi sebelum bertobat, mengatakan, bahwa iblis menugaskannya mengendalikan 12 roh, setiap roh mengendalikan 600 setan. Ia menyaksikan, "Saya berhubungan dengan semua roh yang mengendalikan setiap kota di Nigeria, dan saya memiliki sebuah tempat keramat di semua kota besar."

Baru-baru ini dalam sebuah pertemuan dengan seorang penginjil Jepang dan beberapa utusan Injil untuk Jepang, saya terkejut menemukan betapa banyak orang Jepang yang masih terikat dengan okultisme. Kita dapat dibodohkan dengan teknologi tinggi, pandangan modern dari Jepang, lalu tidak menyadari bahwa banyak orang-orang Jepang masih menghadiri tempat-tempat keramat Shinto, sehingga setiap anak sekolah membawa sebuah jimat, atau imam-imam Shinto dipanggil untuk meresmikan setiap bangunan baru. Suatu fenomena berbahaya yang sedang kita hadapi di Barat, sebagai "yang menyalurkan" penyokong sekte Zaman Baru untuk berkomunikasi dengan makhluk-makhluk roh, dengan demikian mendirikan kembali hubungan-hubungan dengan kuasa-kuasa kegelapan yang pada mulanya dihancurkan oleh penginjilan dan pengkristenan dari masyarakat Barat.

Masalahnya ialah kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa kita berada dalam suatu perang sungguh-sungguh, sehingga merasa tidak membutuhkan doa sebagai senjata strategis. John Piper, seorang pendeta di Minneapolis, menyatakannya demikian, "Masalahnya ialah bahwa kebanyakan dari kita sebenarnya tidak menyadari bahwa hidup adalah perang, dan bahwa musuh kita yang tidak kelihatan justru mengagumkan. Bagaimana Anda mengusahakan mereka untuk berdoa? Mereka akan berkata mereka memercayai kebenaran-kebenaran ini, tapi amatilah kehidupan mereka. Pada masa damai, mereka santai-santai saja dalam gereja tentang hal-hal rohani. Tidak ada bom yang berjatuhan, tidak ada peluru yang mendesing di atas kepala, tidak ada ranjau yang perlu dihindari, tidak ada raungan di cakrawala semuanya lancar di Amerika, Disneyland dari alam semesta. Jadi mengapa berdoa?"

Dalam Markus 3:27, Yesus mengatakan sesuatu yang relevan bagi kegiatan pencapaian suku-suku yang belum terjangkau, "Tetapi tidak seorang pun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu. Sesudah itu, barulah ia dapat merampok rumah itu." Hal itu menunjuk pada alasan bahwa kita sebagai utusan-utusan Injil, tidak dapat berhasil dalam memasuki dan merebut apa yang telah menjadi milik iblis selama berabad-abad -- bagian-bagian dari umat manusia di bawah penguasaannya -- tanpa mengikat roh-roh teritorial yang memiliki kendali yang didelegasikan di sana. Berdoa dalam Roh yang diinformasikan dengan fakta-fakta yang disingkapkan lewat penelitian, merupakan suatu kekuatan yang kuat dalam mengikat orang-orang kuat yang mengendalikan kota-kota, kelompok-kelompok bangsa, dan negeri-negeri. Buku karangan John Dawson mempertunjukkan bagaimana penelitian dapat menyingkapkan hubungan yang dimiliki sebuah komunitas dengan kuasa-kuasa kegelapan, dan doa yang dipersatukan dalam Roh dapat memutuskan hubungan itu.

Dalam Matius 18:18-19, Yesus memberikan sebuah jaminan yang menakjubkan bagi mereka yang berdoa dengan cara ini: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga." Peperangan rohani yang berhasil guna, terjadi ketika kita berdoa dalam persatuan dengan orang-orang lain. Ajaran ini memperlihatkan kepentingan dari kelompok-kelompok doa, di mana orang-orang memanjatkan doa-doa yang telah disepakati untuk kelompok-kelompok bangsa, kota, dan negeri tertentu secara mendalam.

Kata "mengikat" dalam bahasa Yunani untuk ayat-ayat ini berarti "merantai atau memenjarakan". Doa-doa dari umat Allah yang digabungkan bersama-sama, akan merantai dan membatasi kegiatan dari makhluk-makhluk roh yang memusuhi kemuliaan Allah dan perluasan kerajaan-Nya di bumi. Seperti yang dikemukakan rasul Paulus, "senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng." (2 Korintus 10:3-4)

Pengalaman dari Omar Cabrera, seorang pendeta-penginjil di Argentina, menggarisbawahi persenjataan yang mengagumkan yaitu doa dalam Roh dapat menggoyahkan kuasa kegelapan. Sejak beberapa tahun lalu, ia membiasakan untuk berdoa dan berpuasa selama beberapa hari, sebelum membuka suatu kampanye penginjilan di sebuah kota yang hendak dijangkaunya. Sering selama kurun waktu doa dan puasa tersebut, makhluk-makhluk roh akan datang melawannya, bahkan tampak dalam bentuk-bentuk yang aneh, untuk menggugat kehadiran dan rencananya menginjili kota itu. Mereka sering berkata, "Anda tidak berhak berada di sini. Ini adalah wilayahku." Cabrera menjawab, "Sebaliknya, Anda sama sekali tidak berhak berada di sini. Saya mengikatmu dalam otoritas dari Yesus Kristus, yang memiliki segala kuasa di surga dan di bumi." Segera roh itu mengungsi dari tempat kejadian, dan penguasa yang lebih tinggi sering akan muncul untuk melawan Cabrera. Dengan cara yang sama, lewat perjuangan dalam doa, Cabrera memutuskan pegangan dari makhluk tersebut yang sering ternyata merupakan roh dari sebuah guna-guna. Ketika orang kuat yang paling hebat diikat, suasana dari seluruh kota berubah, sering dari satu perlawanan terhadap Injil, menjadi satu penerimaan luar biasa, dengan ratusan dan ribuan orang yang datang pada Kristus, yang disertai dengan tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat serta kesembuhan secara luar biasa. Dengan menggunakan pendekatan ini, Cabrera telah beralih dari pelayanan pada sebuah jemaat yang anggotanya kurang dari 20, menjadi seorang pendeta dari sebuah gereja terbesar ketiga di dunia beranggota lebih dari 140.000 orang.

Sekalipun pengalaman Cabrera nampaknya aneh bagi sebagian besar di antara kita, kita sebaiknya berusaha menerapkan apa yang telah dia dan banyak pekerja Kristen lainnya alami tentang doa, sebagai senjata dalam tugas pelayanan misi. Sewaktu saya melakukan perjalanan keliling menuntun konsultasi-konsultasi dan seminar-seminar tentang strategi misi bagi para pekerja Kristen nasional, pokok persoalan tentang peperangan rohani terus bermunculan. Keyakinan saya yang semakin bertumbuh ialah bahwa dalam banyak konteks perlawanan, kita dapat membuat siasat dan menginjili sampai kita babak belur dengan tiada hasil apa-apa, sampai kita mengenali dan mengikat orang kuat pada kelompok yang sedang dijangkau. Sebelum hal ini terjadi, kita tidak mungkin melihat banyak tanggapan. Mungkin orang-orang yang telah kita anggap "tertutup", sesungguhnya mereka tidaklah benar-benar tertutup, tetapi mereka sedang dalam cengkeraman roh yang menolak Kristus?

Arthur Matthews menulis tentang bebannya berdoa syafaat bagi dua daerah khusus di Asia Tenggara di mana para utusan Injil tidak mampu melakukan suatu kemajuan, "Dengan menegaskan posisi saya bersama Kristus di tempat-tempat yang sorgawi berdasarkan firman Allah, saya mengambil seluruh senjata Allah bagi saya, agar dapat bertahan melawan semua daya iblis dan menahan perlawanannya terhadap Injil." Loren Cunningham, Direktur Jendral dari Youth With A Mission (YWAM), memaparkan pengalamannya dalam berdoa dan berpuasa selama tiga hari bersama 12 rekan sekerja pada tahun 1973, sewaktu mereka berdoa, Tuhan menyatakan seharusnya mereka berdoa bagi tumbangnya "pangeran Yunani". Hari yang sama di Selandia Baru dan Eropa, kelompok-kelompok YWAM menerima perkataan yang mirip dari Allah. Tiga kelompok menaati dan melawan penghulu ini. Dalam 24 jam, sebuah kelompok politik mengubah pemerintahan Yunani, dengan membawa kebebasan yang lebih luas bagi kegiatan misi di negara itu.

Saya yakin jika tidak ada jaringan-jaringan doa muncul, yang memusatkan perhatian pada penginjilan dunia terhadap suku-suku, kota-kota, dan negara-negara yang belum terjangkau dengan Injil, maka semua usaha penginjilan hanya merupakan angan-angan. Pertempuran haruslah dimenangkan dalam alam rohani, jika para pekerja Kristen ingin menuai tuaian.

Selamat melayani dan selamat berkarya di ladang Tuhan GBU...all
Salam kasih,

Efraim Matandatu.

Senin, 17 Oktober 2011

"MEMEBERI KRITIK DENGAN MANIS"


MEMBERI KRITIK DENGAN MANIS
Oleh : Efraim Matandatu
Jika kita tahu bagaimana rasanya mendapat kritik pedas, maka pandangan kita tentu akan berubah dalam hal memberi koreksi negatif kepada seseorang. Kalau kita enggan bergaul dengan orang yang suka mengkritik dan cenderung menghakimi maka tentu orang lain pun akan punya sikap yang sama bila kita juga suka memberi kritik yang tak adil.
Artikel Terkait:
Seseorang yang mendapat kritik negatif bisa merasa down dan emosi atau terbentuk semakin matang tergantung pada kemampuannya dalam meresponnya. Namun seseorang juga bisa menghancurkan semangat atau membina orang lain semakin dewasa tergantung pada kemampuannya dalam memberi kritik. Setiap orang pernah mendapat atau memberi kritik. Maka mempelajari seni merespon dan memberi kritik dengan manis agar tetap bisa menjalin dan membina hubungan tetap harmonis perlu.
Tidak tertutup kemungkinan di saat-saat tertentu koreksi harus diberikan. Itu bisa dilakukan tanpa harus konfrontasi frontal yang bisa merusak hubungan. Kritik yang dilontarkan tanpa sikap hati-hati, destruktif, bukan hanya akan merusak hubungan tapi juga kepribadian pengkritik serta orang yang dikritik. Hendaknya, kalau memang harus mengkritik, tidak dilandasi sikap emosi dan perasaan subyektif.
Beberapa orang berkata yang dibutuhkan sekarang adalah cheerleader, pemanduk sorak. Sudah cukup banyak pengkritik di dunia. Akan tetapi di saat-saat tertentu koreksi sangat dibutuhkan. Maka kritik itu bisa dibungkus dalam kata-kata dan dorongan positif. Yang perlu diperhatikan pertama-tama sebelum memberi kritik adalah orang yang dikritik itu harus dihargai, apa adanya, segala usaha yang telah ia lakukan serta progresnya sejauh ini.
Tujuan kritik itu mestinya membantu, bukan mempermalukan. Karena itu, sebelum memberi kritik, periksa motif. Ini penting. Ini akan mendorong pengkritik untuk bertanya pada diri sendiri apakah saya mengkritik karena persoalan pribadi? Bila terlalu melibatkan emosi atau persoalan pribadi biasanya yang muncul biasanya adalah reaksi negatif. Sangat tidak adil bila memutuskan persoalan itu layak dikritik atau tidak hanya berdasarkan perasaan subyektif. Kritik yang baik harus memberikan dampak positif pada kedua belah pihak, pelaku dan penerima, bukan untuk membuat semangat menjadi layu dan mati.
Kemudian, saya mengkritik, apakah hanya untuk membuat saya kelihatan lebih baik darinya? Mengkritik orang lain untuk meninggikan diri sendiri merupakan bentuk pemuasan ego yang paling rendah, pertanda ketidakmampuan berkompetisi dengan sportif. Pertanda merasa tidak aman. Selain itu perhatikan juga apakah kritik itu hanya untuk mendatangkan kesenangan kepada saya? Bila ya, sebaiknya menahan lidah dulu.
Ingatlah, seperti yang dikatakan dalam sebuah buku pengembangan pribadi bahwa kita tidak perlu mendekorasi pekarangan tetangga dengan tisu kamar mandi hanya untuk membuat teras rumah kita kelihatan lebih indah. Tidak perlu meniup lilin orang lain untuk membuat lilin kita bersinar.
Beberapa pakar manajemen kepribadian mengatakan bahwa diperlukan sembilan komentar positif untuk memberi keseimbangan pada satu kritik atau koreksi negatif, (9+:1-). Agar bisa menahan lidah untuk tidak selalu memberi koreksi negatif adalah dengan semakin banyak bertanya dan mendengarkan. Semakin banyak kita berbicara (saja) semakin sedikit kita didengarkan.
Sebelum mengkritik, agar tidak menimbulkan sakit hati, tanyakan pada diri sendiri, apakah kritik ini benar-benar penting? Apakah memang harus dikritik? Sebab tidak tertutup kemungkinan kritik dilontarkan dan terlibat dalam pertarungan kata-kata, yang sebenarnya tidak perlu terjadi hanya karena kesombongan.
Lebih baik menghindari kritik sepele, yang hanya merendahkan orang lain. Orang yang suka merendahkan orang lain akan rendah. Solusinya adalah dengan melihat jauh ke depan, ke arah tujuan yang lebih besar agar perhatian tidak direcoki oleh persoalan-persoalan yang sebenarnya tidak terlalu penting.
Apabila persoalan itu perlu dikoreksi, kritik dan bersikaplah spesifik, to the point. Utarakan tepat ke jantung persoalan, dengan kata-kata yang tepat serta berikan contoh spesifik dan aktual. Artinya tidak perlu berkeliling ke sana ke mari “ ngalor-ngidul “ dengan persoalan tanpa pernah memberikan solusi. Jika tidak bisa bersikap spesifik, lebih baik menahan komentar. Jangan berargumen untuk kelemahan orang lain. Orang yang membeberkan persoalan dan koreksi negatif tanpa bisa menanganinya biasanya kurang dihargai, kurang kerjaan, kurang ajar.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, dibutuhkan pujian tulus sebelum memberikan kritik, maka koreksi yang diberikan seharusnya bukan untuk merongrong kepercayaan diri orang itu. Maka penting sekali, sebelum mengkritik, untuk menemukan paling tidak satu bidang keahliannya kemudian puji dengan tulus, bukan pura-pura atau dengan teknik tertentu. Orang tahu apakah pujian kita itu manipulatif atau tidak.
Kredit yang diberikan harus makin menumbuhkan kepercayaan diri orang itu, meningkatkan semangatnya dan membangun rasa percaya diri yang kokoh bahwa ia punya kemampuan untuk mengatasi kekurangannya. Kritik yang baik adalah bilamana kritik itu ditanggapi dengan sikap responsif positif. Ini bisa dilakukan kalau selalu berusaha untuk tidak memberikan kritik pedas.
Prinsip pendekatan proaktif dan komunikasi empatik sangat mendesak untuk diterapkan, yaitu berusaha mengerti dahulu. Berinteraksi secara empatik bukan berarti harus setuju dengan seseorang, namun mengerti sepenuhnya orang itu, secara emosionil dan intelektuil.
Ini akan lebih efektif lagi jika tidak membandingkannya dengan orang lain. Tidak ada yang mau dibanding-bandingkan. Fokus pada individunya jauh lebih baik daripada membanding-bandingkan dengan orang lain. Berurusanlah dengan orangnya, sebab membanding-bandingkan selalu menimbulkan kekesalan, yang menghasilkan kebencian.
Orang yang dikritik rentan emosi. Dalam situasi demikian, fokus pada persoalan yang sudah ada jauh lebih baik ketimbang menciptakan masalah baru yang hanya membangkitkan emosi yang panas. Pegang dan ungkapkan fakta dengan manis untuk menghindari sikap defensif. Artinya hindari konfrontasi panas. Mengecam dan mengkritik mudah, tidak perlu banyak energi. Tapi dibutuhkan sinergi kesabaran, kasih, sikap positif untuk membuatnya kembali ke jalur dan tetap semangat.
Kritik yang konstruktif sesungguhnya adalah perpaduan koreksi kreatif-positif, melampaui masalah serta menolong orang itu untuk melihat persoalan dan menemukan pemecahannya. Memang lebih mudah mengkritik dibanding membantu mencari solusi. Tapi jelas itu bukan jalan terbaik. Akan lebih arif lagi untuk tidak mengomentari masalah kalau tidak siap menegakkannya.
Kehidupan ini harus dipandang sebagai arena koperatif, bukan kompetitif yang berujung pada kesimpulan menang-kalah. Banyak orang mengkritik dan cenderung berpikir secara dikotomi saya pintar-kamu kurang pintar, saya bisa berpakaian rapi-kamu tidak, dll. sehingga timbul sikap kamu kalah-saya menang, dan kamu mesti dikritik. Cara berpikir seperti ini pada dasarnya cacat.
Filosofi kemenangan dan pertumbuhan untuk mencapai keberhasilan bersama jauh lebih baik daripada menjadikan seseorang pecundang yang harus dikritik. Dalam buku Tujuh Kebiasaan Manusia Yang Paling Efektif karya Stephen R. Covey dikatakan jauh lebih baik bila kita berusaha untuk menggapai kemenangan berdua jangka panjang ketimbang kemenangan pribadi sesaat.
Jadi, yang mesti diutamakan adalah memecahkan persoalan, bukan menghakiminya. Yang coba dihandel adalah persoalan yang dihadapai saat itu. Sebab hanya akan merusak kredibilitas bila kritik itu menjadi serangan pribadi. Tak ada yang menang dalam situasi yang demikian.
Dalam pada itu, kritik harus diungkapkan tepat pada waktunya, pada tempatnya. Kapan? Di mana? Segera setelah mengetahui sesuatu tidak beres. Kalau menunggu terlalu lama momen yang menguntungkan itu bisa hilang dan persoalan pun hanya menjadi sejarah, tanpa pemecahan.
Tepat waktu juga akan sangat menolong agar mampu tetap konsisten dengan fakta, menjaganya tidak lari ke mana-mana, serta menggunakan insiden itu sebagai kesempatan untuk menolong orang itu tumbuh. Kritik juga mestinya disampaikan langsung kepada yang bersangkutan, secara privat, bukan lewat pengeras suara. Mengkritik di depan umum cenderung hanya untuk mempermalukan, mencela, atau menonjolkan diri di hadapan orang lain.
Ada orang yang gemar mengkritik karena dia lebih suka melihat kepada orang lain dan tidak melihat pada diri sendiri. Sebelum mengkritik, ada baiknya melihat pada diri sendiri dulu sebelum melihat pada orang lain. Tanyakan pada diri sendiri, apakah saya bisa melakukan sebaik yang dia lakukan? Sebab tidak tertutup kemungkinan seseorang mengkritik orang lain dan keberhasilan yang telah dicapai pada hal dia sendiri belum tentu bisa melakukannya.
Itu sebabnya perlu melihat dari kacamata orang lain. Siapa tahu pengkritik itu sendiri sebenarnya yang perlu membuat perubahan. Tapi kalau persoalan itu memang layak dan harus dikoreksi, kritiklah dengan manis dan konstruktif serta akhiri dengan dorongan semangat. Mengkritik seseorang dengan membabi-buta tanpa pemecahan dan dorongan semangat, meninggalkannya patah semangat merupakan tindakan yang tak manusiawi.
Goethe, penyair Jerman berkata, œKoreksi melakukan banyak hal, tapi dorongan semangat melakukan lebih banyak lagi. Mengkritik orang tanpa memberi dorongan sama sekali, tanpa pujian pertanda ego yang rapuh dan selfish “ mementingkan diri sendiri.
Di saat-saat tertentu memberi kritik memang perlu. Karena itu kuasailah seni mengkritik dengan elok. Semakin dalam kita mengerti seseorang, semakin kita menghargainya, semakin hormat perasaan kita kepadanya, meskipun ia punya kekurangan. Kalau persoalan itu memang perlu dikoreksi, kritiklah dengan manis. Anda pasti bisa!